News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Kisah Hidup Prof Dessy R Emril (3)

Kisah Hidup Prof Dessy R Emril (3)



Sempat Benci jadi Dokter, Lebih Tertarik jadi Polwan


Ketertarikan Dessy R Emril di bidang manajemen nyeri mendorongnya mengikuti fellowship di Pain Management Centre di Singapore General Hospital tahun 2009.


Sepulang dari pendidikan di Singapura itu, Dessy terus memperdalam pendidikannya.


Pada 2014 ia berhasil meraih gelar doktor dalam bidang neuroscience (ilmu saraf) di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang kemudian membawanya pada pencapaian puncak karier.


Bidang keahliannya meliputi pain management dan nerve regeneration


Selama kurun waktu 20 tahun bergelut di dunia akademik dan kedokteran, Dessy telah menulis sejumlah buku.


Di antaranya NEuropain Interventional (NERVE)-1 (Penatalaksanaan Nyeri Kanker) (2018), NEuRopain InterVEntional (NERVE)-1 (how effective), (2018), Nyeri Leher (2017), Paineducation (2017), Continuing Neurological (2017), dan Pain Intervention with USG Guidance (2014).


Ia kerap tampil menjadi pembicara dalam berbagai simposiun nasional, internasional dan aktif meneliti.


Hasil risetnya dipublikasi dalam berbagai jurnal ilmiah nasional dan internasional. Saat ini Dessy memimpin Prodi Fakultas Kedokteran Unsyiah.


Atas prestasi dan kegigihannya itu pula pada 2016 ia bersama rekan-rekannya di RSUZA Banda Aceh diberi mandat merintis berdirinya pusat pendidikan dan pelatihan (fellowship) bagi dokter spesialis saraf untuk bidang keilmuan pain management (penatalaksanaan nyeri) yang kemudian menjadi fellow pain management Neurologi satu-satunya di Indonesia.


“Peserta yang datang belajar itu adalah para staf dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia seperti Universitas Brawijaya, Universitas Airlangga, Universitas Sriwijaya, Universitas Gadjah Mada, Universitas Padjajaran, Universitas Sam Ratulangi, dan beberapa RS di Indonesia. Mereka adalah para dokter spesialis saraf yang memperdalam ilmunya bidang pain management. Sekarang sudah angkatan kedelapan,” ungkap Dessy yang juga instruktur dan supervisor pada program fellowship tersebut.


Di balik kesuksesan dan kecemerlangan kariernya, tak banyak yang menyangka, sosok Dessy R Emril ternyata semasa kecil dan remaja sangat membenci dunia kedokteran.


Pada massa itu, ia lebih menyuka pelajaran fisika, dan bercita-cita menjadi Polwan, pramugari dan insinyur.


Tapi karena keinginan kakek dan ibunya, akhirnya Dessy “terjebak” dalam dunia profesi yang penuh tantangan ini.


Terlebih saat ia harus menekuni bidang ilmu saraf, yang menurutnya sebuah ilmu yang kompleks dan rumit.


“Saya sempat marah (jadi dokter), saking luar biasanya melelahkan menjalani pendidikan kedokteran. Sampai saya berpikir anak saya tidak boleh sekolah di kedokteran,” tutur Ketua Pokdi Nyeri Nasional Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia ini.


Ternyata semua itu ada hikmahnya. Lambat laun, Dessy mulai menyukai bidang ilmu saraf yang digelutinya.


Terutama saat ia menemukan satu bidang keilmuan tentang pain management yang dia tekuni hingga sekarang.


“Neurologi saya anggap lebih banyak menganalisis otak. Di situ saya menemukan passion saya di bidang nyeri. Orang menderita nyeri karena ada sarafnya. Sehingga waktu itu saya ambil konsultan bidang nyeri,” kenangnya.


Dessy kini merasa lebih lega. Masa-masa sulit itu telah berlalu.


“Saya merasa bahagia sekali bila ada pasien yang saya tangani sembuh, dan itu menyadarkan saya ternyata uang bukanlah segalanya,” ujar sosok pengagum Jack Ma ini. Menurutnya filosofi hidup Jack Ma, tokoh berpengaruh di dunia yang juga pendiri Alibaba Group, itu telah memberi banyak inspirasi dalam hidupnya.(*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Posting Komentar