Halimun yang dikenal dengan gunung berkabut. |
UNTUK mencapai puncak Gunung Halimun tidaklah mudah.
Butuh waktu setengah hari berjalan kaki menyusuri lereng berbukit yang terjal dan cadas.
Saat hujan turun lintasan di lereng bukit dan sungai menjadi sangat licin.
Hawa sejuk terasa menusuk kulit bila berada di lokasi ini.
Serambinews.com pada 2008 lalu berkesempatan melakukan reportase menyusuri Halimun yang dikenal dengan gunung berkabut.
Tapi sayangnya kami hanya bisa sampai di Blang Pandak, Kecamatan Tangse, Pidie, sebuah desa di kaki Halimun.
Bagi para gerilyawan GAM, Halimun menjadi sebuah legenda dan saksi penting dalam sejarah perjuangan GAM.
Dari atas puncak Halimun yang berkabut dan berhawa sejuk inilah, Hasan Tiro pada 4 Desember 1976 mendeklarasikan berdirinya Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Dari sini pula, Hasan Tiro bersama orang-orang seide dengannya mengobarkan semangat perlawanan kepada Pemerintah RI.
Berikutnya Hasan Tiro juga melantik kabinetnya yang bernaung di bawah bendera Aceh-Sumatra National Liberation Front (ASNLF).
Legenda Halimun bagi para pejuang GAM menjadi sebuah cerita tersendiri.
Halimun rumah paling aman yang tak pernah tersentuh oleh militer yang memburu mereka ketika itu.
Konon menurut cerita, tentara yang memburu pejuang GAM saat itu hanya bisa sampai di sebuah desa di kakinya.
Desa itu adalah Blang Pandak, yang diklaim tentara sebagai kawasan hitam.
Di desa ini pula kerap terdengar kontak senjata antara tentara RI dan GAM.
Tentara pemerintah sulit menjangkau puncak Halimun.
(Baca: Milad Ke-41 GAM, Begini Kisah Pertama Kali Hasan Tiro Pulang ke Aceh Setelah 25 Tahun di Amerika)
Bahkan sebuah cerita bernuansa mistis kerap terdengar di masyarakat, tentang 'kehebatan' Gunung Halimun yang menyimpan banyak misteri.
Beberapa informasi menyebutkan di atas puncak Halimun terdapat banyak kuburan para pejuang Aceh yang syahid di medan perang melawan penjajah Belanda.
Halimun juga disebut gunung aulia. Orang juga sering menyebutnya gunung berkabut. Nama ini ternyata sesuai dengan apa yang terlihat.
Sejauh mata memandang, puncak Halimun selalu disentuh kabut yang mengitari langit Tangse.
Banyak juga cerita yang berembus tentang Halimun. Bahkan jauh sebelum Hasan Tiro memproklamirkan GAM.
Beberapa riwayat menyebutkan, air yang mengalir di lereng gunung itu sangat jernih dan dingin.
Orang hanya bisa mengambilnya dengan mencelupkan tangan. Bila memasukkan kaki, maka orang bersangkutan akan merasa kebas.
Saat berada di atas, setiap pengunjung harus berniat baik. Pantang untuk bercanda ria berlebih.
"Bila pantangan ini tidak dipatuhi maka, dari gunung itu akan turun hujan dan terlihat kabut," kata Ambiya (34), warga setempat yang ditemui Serambinews.com tahun 2008 lalu.
Pacat dawood
Halimun juga menyimpan banyak kejadian unik. Salah satunya tentang keberadaan binatang pengisap darah yang mengerikan. Gigitannya sangat menyengat.
"Orang-orang di sini menyebutnya pacat dawood," kata Ambiya.
Pacat dawood juga salah satu binatang yang paling ditakuti para gerilyawan GAM.
"Tentara hanya bisa mencapai di kaki bukit. Tapi tidak pernah bisa naik ke atas," kata Ambiya.
Karena itu, saat konflik, Halimun menjadi kawasan paling strategis bagi gerilyawan GAM.
Selain strategis, dari sini juga para gerilyawan GAM juga bisa menjelajah ke berbagai wilayah lainnya. Apabila berada di titik koordinat puncak Halimun, para gerilyawan GAM bisa berjalan menuju Tiro, Mereudu, Takengon dan Geumpang serta beberapa wilayah lainnya.
Karena lokasinya strategis itu pula, Hasan Tiro pada 4 Desember 1976 memilih Halimun sebagai tempat ia mendeklarasikan GAM.
Sejak saat itu, Halimun tercatat dalam sejarah perjuangan GAM dan melegenda sampai saat ini.
Beberapa warga yang ditemui di kaki gunung Halimun mengatakan, sejak pemerintah RI dan GAM menandatangani MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005 lalu, kawasan gunung sudah dapat lebih mudah dijelajahi masyarakat. Baik untuk kepentingan mencari rezeki maupun untuk pertambangan.
Namun hanya sedikit orang yang berhasil mencapai puncak Halimun. Salah satunya karena kontur lerengnya yang terjal.[Ansari Hasyim]
Editor's Choice
Tidak ada komentar:
Posting Komentar