Teuku
Hilta tampak sibuk melayani pengunjung. Tangannya cekatan menyeduh
bergelas-gelas kopi di atas sebuah wadah sederhana. Ada dalam ukuran gelas
kecil, maupun sedang. Setiap satu gelas selesai, Reza Jimmy, rekan kerjanya
segera mengantar ke pemesan.
Kopi
racikan Teuku Hilta terbilang unik. Disajikan dalam gelas terbalik. Bisa
diminum dengan mengangkat atau memiringkan gelas. Cara lain, menyeruputnya
dengan sedotan. Para penikmat kopi menyebutnya kopi khop. Atau dalam bahasa
Indonesia berarti "kopi telungkup".
"Kalau
dilihat dari sejarah, kopi khop ini berasal dari Meulaboh," kata Teuku
Hilta.
Saat
ditemui lelaki yang masih berstatus mahasiswa ini membuka lapak "Kopi
Khop" miliknya di Lapangan Blang Padang saat berlangsung Festival Kopi
Banda Aceh 18-21 Oktober 2019.
Pada
sore yang mendung itu, event Festival Kopi Banda Aceh 2019 ramai dikunjungi,
tak hanya warga lokal, tapi juga wisatawan nasional dan mancanegara. Karena
keunikannya, stan Kupi Khop milik Teuku Hilta menjadi salah satu daya
tarik pengunjung dalam festival tahunan yang dihelat Dinas Pariwisata Kota
Banda Aceh.
Kupi
Khop disajikan dalam beberapa varian. Ada kopi original dalam gelas kecil, ada
pula kopi campur susu ditambah es dalam gelas sedang. Saat diseduh, biji kopi
tampak mengapung di atas gelas dalam ukuran yang agak kasar.
"Kita
gunakan kopi robusta, cuma roasting-nya berbeda. Satu biji kopi dibelah empat.
Itulah yang membuat biji kopi kelihatan mengapung di atas saat diseduh
air," jelasnya.
Banda
Aceh Coffee Fest 2019 mengusung tema ‘Aceh Coffee is The Taste of The World’
atau 'Kopi Aceh Selera Dunia'. Acara ini dibuka Wali Kota Banda Ace H Aminullah
Usman, ditandai dengan me-roasting kopi secara tradisional di atas panggung
utama di Lapangan Blangpadang.
Agenda
tahunan ini bertujuan mempromosikan kopi khas Aceh ke seluruh dunia, juga
sebagai ajang untuk meningkatkan sektor ekonomi mikro di Banda Aceh.
Berada
di lokasi Banda Aceh Coffee Fest 2019 serasa bagai berada di 'rumah kopi'
dengan rupa-rupa rasa dan cara meraciknya. Mulai rasa original, hingga citra
rasa kopi modern yang kental dengan sentuhan modifikasi.
"Saya
rasa ini event yang sangat positif dari sisi menumbuhkan usaha warung kopi di
Banda Aceh. Para pengunjung juga bisa tahu lebih banyak tentang jenis-jenis
kopi dan cara meraciknya," ujarnya.
Seiring
dengan perkembangan budaya ngopi di Aceh, para barista terus berinovasi dalam
menciptakan varian kopi yang berbeda-beda. Unik dan mengikuti selera zaman dan
pasar, menjadi salah satu pertimbangannya. Banyak pengusaha kedai kopi atau
kafe di Aceh dewasa ini yang bereksplorasi melahirkan produk kopi atau varian
kopi baru untuk menarik minat konsumen.
Selain
Kopi Khop, sisi keunikan cara meracik kopi dan menyuguhkannya dengan cita rasa
yang berbeda juga ditemui stan Kopi Pasir. Terbilang masih baru, dan unik.
Kehadiran Kopi Pasir menarik banyak pengunjung.
Sang
barista, Ridwan menuturkan disebut kopi pasir karena media untuk memanaskan
kopi hingga siap seduh menggunakan pasir laut. Mula-mula sebuah wadah berisi
pasir diletakkan di atas drum minyak. Di bawahnya ada api dari kompor gas untuk
memanaskan pasir. Setelah pasir panas, sebuah teko kecil terbuat dari logam
yang diisi dengan air dan bubuk kopi diletakkan dalam pasir. Teko tadi-- juga
biasa disebut ibrik yaitu alat untuk menyeduh kopi khas turki berukuran kecil
dengan dasar yang lebar, mulut yang sempit, pegangan yang panjang--dibenamkan
setengah dalam pasir sambil dibawa keliling wadah sampai airnya mendidih.
Prosesnya
diulang tiga atau empat kali sebelum kemudian dituang ke dalam cangkir-cangkir
kecil yang disebut fincan. Menyeduh kopi menggunakan pasir yang dipanaskan ini
merupakan metode sajian kopi tradisional asal Turki. Ridwan memperkenalkan
metode seduhan kopi unik ini kepada pengunjung di stan BRO Coffee. Sedangkan
sehari-hari ia membuka usahanya di Lamdhom, Banda Aceh.
"Kalau
untuk pasir kita ambil dari laut Lampuuk, sedangkan kopi dari Gayo, robusta dan
arabika, dikombinasikan," ujarnya. Soal rasanya memang masih seperti kopi
biasa. "Hanya saja rasanya lebih strong," ujar Ridwan.
Sederet
dengan BRO Coffee, ada stan Kala Berdua. Di sini banyak pengunjung berusia
muda. Umumnya para mahasiswa yang suka dengan jenis kopi campuran. Seperti kopi
campur alpukat atau Advocado Coffee. Kedai kopi Kala Berdua mengandalkan produk
kopi andalannya, seperti es kopi kala berdua. Bahannya campuran antara gula
aren dengan esspresso serta kopi kupas kismis (roasted bean).
"Untuk
kopi kupas kismis, biji kopinya dijemur setengah kering sehingga seperti
kismis," tutur Saidil Ammar (20) dari manajemen Kala Berdua, yang
sehari-hari membuka usahanya di Pango, Banda Aceh.
Saidil
menuturkan, sejauh ini umumnya pengunjung atau penikmat kopi di Banda Aceh
relatif masih menyukai racikan kopi robusta. "Tapi kami ingin menunjukkan
kalau arabika juga lebih sehat, dengan membiasakan minum kopi tanpa gula,"
ujarnya.
Mengeliling
satu per satu stan di arena Kopi Festival 2019 membawa pengunjung dalam rasa
ingin tahu yang lebih besar. Tentang rasa dan rupa-rupa kopi yang lahir dan
tersaji dari tangan para barista. Seperti halnya kopi original tanpa gula. Kopi
jenis ini diracik menggunakan alat khusus V60. Metode seduh kopi menggunakan
alat V60 mengandalkan saringan dan driper yang berbentuk kerucut. Diminum tanpa
gula, membuat penikmat kopi V60 benar-benar menemukan cita rasa sempurna serupa
kopi asli. Kopi jenis ini salah satunya ditemukan di stan Kedai Kopi
Seirama.
"Untuk
menghasilkan kopi lewat menggunakan V60 ini sangat sulit, harus ada teknik
sendiri dari barista dalam meraciknya," ujar Eki Aditya, barista di Kedai
Kopi Seirama.
Memang
banyak cara untuk menyeduh kopi. Kopi tidak selamanya harus disajikan dalam
keaslian cita rasanya yang khas; hitam pekat, atau cokelat susu. Di Kedai Kopi
Kabuji kopi justru diolah menjadi sesuatu yang istimewa. Namanya es kopi
durian. Menggabungkan antara kopi arabika dan ekstrak durian memang terasa
sesuatu yang ekstrem di lidah. Kopi terasa agak pahit, sedangkan durian punya
rasa dan aroma yang tajam. Tapi di Kedai Kopi Kabuji keduanya di-mix sedemikian
rupa menjadi sesuatu yang khas, dan hasilnya sangat marketable.
Indah,
petugas pemasaran Kabuji mengatakan es kopi durian disajikan dalam keadaan
dingin untuk menemukan cita rasanya yang khas.
"Kalau
disajikan dalam keadaan panas, bisa jadi nanti tidak sesuai dengan cita rasa
kopinya. Jadi harus dalam kondisi dingin," ujar gadis ini.
Mulanya,
ide es kopi dingin terinspirasi dari buah durian dan kopi yang mudah ditemukan
di Aceh. Kabuji kemudian memanfaatkan peluang ini menggabung keduanya menjadi
varian kopi.
"Untuk
sekitar Banda Aceh es kopi durian masih tergolong baru, jadi kita buat inovasi,
alhamdulillah respons konsumen lumayan suka, dan selain itu buah durian juga
familiar dengan mereka," ujar Indah.
Setahun
belakangan sejak diluncurkan pertama kali, es kopi durian racikan Kabuji makin
diminati pengunjung. Termasuk penikmat kopi lokal, maupun mancanegara.
Lain
Kabuji, lain pula Svara Sukma Coffee Space yang juga ikut memeriahkan event
Festival Kopi Banda Aceh 2019. Stan ini menyuguhkan kopi susu pandan dan kopi
susu aren. Kedua varian kopi ini menjadi andalan Svara Sukma Coffee Space dalam
memenuhi selera para konsumen. "Meski dimix dengan daun pandan, tapi kita
tidak tinggalkan rasa asli kopi. Antara aroma pandan dan susu diracik
balance," sebut Fikar, dari manajemen Svara Sukma Coffee Space.
Tidak
dapat dipungkiri, Festival Kopi Banda Aceh telah memberi kontribusi tersendiri
dalam mendorong geliat sektor pariwisata, dan ekonomi mikro. Rata-rata para
pelaku kopi yang membuka stan di arena festival mengaku merasakan langsung
peningkatan omzet hingga dua kali.
Di
sis lain event Festival Kopi Banda Aceh 2019 telah melahirkan banyak inovasi
dalam hal meracik kopi. Seperti halnya Svara Sukma Coffee Space dengan kopi
susu pandan, Kabuji dengan es kopi durian, BRO Cofffe dengan kopi pasir, Kala
Berdua dengan kopi kupas kismis, Kedai Kopi Seirama dengan V60 serta Kopi Khop
dengan sajiannya yang unik.
Rupa-rupa
rasa dalam meracik kopi ini semakin mewarnai lakab Banda Aceh sebagai kota
seribu warung kopi, di samping mengangkat derajat kopi Aceh menjadi cita rasa
berkelas dunia.
“Banda
Aceh punya potensi wisata yang luar biasa. Ada destinasi wisata religi seperti
Masjid Raya Baiturrahman, cagar budaya, wisata tsunami, dan wisata bahari lewat
kerja sama Basajan. Semua potensi itu kemudian ditambah dengan adanya kopi yang
menjadi pelengkap,” ujar Wali Kota Banda Aceh H Aminullah Usman.(*)
Editor's Choice
Tidak ada komentar:
Posting Komentar